Kamis, 29 November 2012

Tak semestinya ada kata benci

Tak semestinya kita membenci orang lain. Meskipun dengan latar belakang apapun, bagi manusia yang sejati, haram hukumnya membenci itu. Sebab fitrah asli dari manusia adalah kebaikan. adapun yang membuat kita mengatakan atau berfikir buruk pada seseorang tidak lain adalah persepsi kita yang sudah melebur dengan prasangka. Yang patut dibenci hanyalah kesombongan kita.

Tak kenal maka takkan tercipta simpati dan empati. Itu memang benar adanya. Kita takkan membenci teroris jika Televisi tidak memberitakan keburukan-keburukannya saja. Kita takkan sayang dan ngefans dengan Spongebobs jika setiap pagi kita tak menampilkan ketulusan dan keluguannya yang menggemaskan.
Maaf, bukan itu yang akan saya bahas ditulisan yang kumuh dan penuh ketidak sesuaian EYD ini. Itu tadi kan hanya perihal pembentukan opini public media massa yang penuh kebohongan.

Sebenarnya yang ingin saya paparkan adalah cinta kasih sesama manusia-lingkungan- dan alam semseta. Ini tetap tentang peduli-percaya-dan sayang. sifat alami yang ada dalam diri manusia. Semua hal itu tak lain untuk tempat kita dilahirkan ini, yang biasa kita sebut dengan Tanah Air kita ini. Tempat bernaung dan berdiri dari segala ketimpangan zaman akhir ini.

Berabad-abad pasca kejayaan Majapahit, tempat tinggal kita ini belum juga bisa melepaskan diri dari kesusahan, ketimpangan, dan segala bentuk keburukan lainnya. Kita seolah-olah selalu tak tuntas dalam mengadakan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Padahal kita telah berkali-kali mencobanya. Mulai dari usaha kemerdekaan, usaha reformasi, dan usaha-usaha kebangkitan lainnya. Tapi mengapa selalu gagal dan tak mendapatkan kemenangan bersama yang telah kita idamkan bersama-sama itu. Mengapa?

Apakah yang salah dengan bangsa ini? Apa yang salah dari kita?

Selama ini pasti kita menyalahkan kekerasan, ketidak adilan, korupsi, kolusi, sistem,pemimpin, pemerintah dan lain sebagaianya. Tapi, apakah benar, di sisi itu kita yang salah?
Kalau memang benar hal-hal tersebut adalah faktor penghambat kemajuan kita, mengapa usaha yang selama ini kita lakukan untuk membenahi faktor-faktor perusak tersebut sepertinya tak berguna apa-apa. Lihatlah bagaimana kita merobohkan sistem monarki Soekarno yang dianggap seenaknya sendiri, lihatlah bagaimana pemimpin otoriter Soeharto telah ditumbangkan, KPK untuk korupsi, Badan perlindungan HAM, sampai bagaimana Gerakan-Gerakan pemuda dan masyarakat menyerukan kebangkitan. Tapi apa yang terjadi. Semuanya tetap langgeng-tak terselesaikan. Lantas, apa yang salah dari semua ini?

Atau, apakah kita harus menyalahkan media? yang menurut para ahli komunikasi massa pembuat mlencengnya nilai masyarakat kita? Lantas, mengapa juga berpuluh-puluh Media Watch atau KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selalu kecolongan dan tak mampu membentengi pemikiran Masyarakat yang semakin hari-semakin aneh saja? Coba, apa yang salah jikalau demikian?



0 komentar:

Posting Komentar