“Di Bumi ini, perbedaan
telah menjadi bahasan dari beribu-ribu tahun yang lalu. Dalam perjalanan umat
manusia hidup, tak akan lupa bagaimana konflik yang dilandasi perbedaan tentang
hal apapun akan menjadi momok yang menakutkan bagi keberlangsungan hidup umat
manusia. Lihat saja peperangan yang terjadi pada masa kerajaan-kerajaan,
saat Perang Dunia I dan II , konflik di
Timur Tengah, sampai konflik antar suku dibelahan dunia manapun. Semuanya itu
terjadi karena kesalah pahaman atas memaknai perbedaan juga bagaimana menghargai sesama manusia.
Disitulah letak kepahaman akan multikultur dan pluralisme dibutuhkan untuk
kedamaian hidup di Bumi ini”.
Selayang pandang
Negeri ini adalah negeri yang sangat kaya akan perbedaan yang
indah. Jika kita melakukan perjalanan dari Sabang sampai Merauke, kita akan
menjumpai ribuan realita yang menjelaskan alangkah menakjubkannya keanekaragaman Nusantara ini: budaya, suku, bahasa, keyakinan,
hingga perilaku sosial yang berupa-rupa. Tak banyak warga
negeri ini yang tahu, berapa persisnya jumlah suku bangsa di Indonesia. Akan tetapi, Badan Pusat Statistik (BPS)
ternyata telah melakukan survei mengenai jumlah suku bangsa tersebut. Kepala
BPS, Rusman Heriawan, menyampaikan
bahwa dari hasil sensus penduduk terakhir pada tahun 2011,
diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa.(JP Rabu 3/2)
Kesanggupan negeri ini untuk hidup
berdampingan di tengah kemajemukan sudah dicontohkan oleh para pendahulu kita.
Lihatlah keguyuban para pemuda-pemudi Nusantara saat mengangkat sumpah pemuda.
Bagaimana Jong-Jong dari seantero negeri berkumpul menjadi satu, mencari
kebaikan bersama. Juga jika ditarik lebih kebelakang, pada saat magna carta Raja
Airlangga tentang hak asasi manusianya, yang mengajak manusia-manusia negeri
ini saling menghargai hak-hak dan nasib sesama manusia.
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Akar kata dari
multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari
fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan
bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut
multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan
konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang
menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai
multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang
mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan
hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan
minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu
produktivitas.
Multikulturalisme mempunyai peran yang besar terhadap
pembangunan bangsa karena Indonesia tentu saja memiliki berbagai macam
kebudayaan dan keyakinan. Adanya prinsip
bhineka tunggal ika yaitu berbeda-beda tapi satu jua, mencermikan
kepribadian bangsa yang terdiri dari beragam budaya namun memiliki satu
bangsa, satu Negara, satu tanah air, satu bahasa dan satu cita-cita. Cita-cita
bangsa Indonesia seperti yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 harus
terlaksana melalui pembangunan nasional.
Pembangunan nasional tentu saja tidak dapat dilakukan oleh satu orang atau penguasa saja. Pembangunan nasional
harus dilaksanakan oleh seluruh warga Negara Indonesia agar pembangunan
tersebut menjadi tepat sasaran: yaitu mewujudkan dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini
diperlukan kerja sama antar warga, termasuk kita sebagai warga Negara.
Media massa mempengaruhi
alam bawah sadar di negeri ini
Keberagaman selama ini memang menjadi bahasan
yang selalu menarik untuk dibicarakan publik. Dengan data-data di atas, bukan
berarti kesanggupan negeri ini untuk
hidup bersama tidak memiliki kelemahan.
Salah satu yang menjadi kelemahan mendasar dalam mempengaruhi
keharmonisan kemajemukan ini adalah arus informasi. Dimana posisi informasi yang dipaparkan oleh media massa di era globalisasi saat ini menjadi segalanya. Media menjadi bagian yang amat penting dalam
kehidupan manusia saat ini. Akselerasi hidup yang menuntut manusia untuk harus
serba cepat, berakibat pada arus informasi yang disuguhkan pun
semakin intensif dan kuat masuk ke alam bawah sadar publik.
Bagi insane pers mahasiswa akan familiar
dengan beberapa teori dalam hukum media seperti teori jarum suntik, spiral of
silence, dramaturgi dll. Dan semua hal tersebut adalah alat pengontrol syaraf
publik melalui media massa. Contoh saja, dahulu, jika ada orang cerai, adalah
suatu aib. Akan tetapi setelah media memaparkan berulangkali artis cerai dan
gonta-ganti pasangan, akhirnya kita terdiam dan nilai malu karena cerai, berubah
menjadi kebanggaan jika sering cerai.
Hal ini juga berlaku pada keanekaragaman ini,
meskipun pendahulu kita mencontohkan sesuatu yang agung tentang
multikulturalisme. Akan tetapi yang terjadi di hari ini, sebagian besar orang menganggap
perbedaan ini sebagai bom waktu, mengingat dari
keanekaragaman itu akan timbul bermacam-macam kepentingan dan
kebutuhan di dalamnya. Ketakutan-ketakutan itu akan muncul bukannya tanpa
alasan. Kesalah pemahaman lah yang terjadi dibenak publik oleh suatu isu atau
kasus yang dilontarkan oleh media ke publik, Jika sudah salah paham, maka yang
akan timbul adalah rasa iri, sakit hati atau dendam yang akan meletup
menjadi tindakan yang merugikan.
Lihatlah beberapa kasus yang timbul dari
perbedaan di akhir-akhir ini seperti: kasus Aceh, Ambon, Timor Leste, Bima,
Sampit, atau yang kasus Sunni Syiah baru saja terjadi di
Madura. Semua kasus tersebut muncul dikarenakan masih banyaknya informasi yang
terputus. Kadang, kita cenderung menyingkirkan lebih dulu
pandangan dari latar belakang yang mendalam, “mengapa hingga terjadi kasus
tersebut?”, atau “bagaimana solusi damai
dari permasalahan-permasalahan tersebut?”, sehingga yang terjadi, publik negeri
ini bersama-sama menyaksikan bahwa negerinya adalah negeri yang penuh perseteruan.
Negeri tempat peternakan dendam
disana-sini. Inilah efek dari penyimpangan paham bad news is a good news. Padahal
seharusnya, media sebagai penengah, pencerdas, dan pendamai publik di era informasi ini.
Pers Mahasiswa sebagai
sarana belajar dan berjuang
Setelah kita tahu bagaimana semua konflik itu terjadi, lantas bagaimana peran pers mahasiswa sebagai sarana belajar dan
media alternatif untuk kebaikan publik, terutama di kalangan mahasiswa, agar
tidak memperkeruh masalah? Jawabannya hanya satu, Kebenaran yang bernurani
harus ditegakkan melalui segenap proses belajarnya. Apalagi, kebebasan atas
dunia jurnalistik ada untuk mencerdaskan peradaban bangsa, bukan memperkeruh kerunyaman.
Dalam hal ini, pers mahasiswa bisa dijadikan
sebagai sarana belajar sekaligus berjuang. Belajar dalam
artian, agar setiap insan pers mahasiswa dalam proses bermedianya tidak hanya
belajar menulis berita atau me-layout saja. Tapi juga memikirkan efek laten dari apa yang dihasilkan dari proses ber pers mahasiswa, seperti: tingkat kedalaman berfikir para anggota terhadap menghadapi suatu
masalah (lebih melek media) sosial dan bagaimana warna media-medianya. Karena proses ber pers
mahasiswa merupakan kawah candra dhimuka
bagi calon jurnalis handal yang mustinya membawa kebaikan bersama.
Apalagi keberadaan pers
mahasiswa yang langsung berdekatan dengan kondisi nyata di daerahnya
masing-masing, diharapkan lebih peka dan sadar akan kondisi sebenarnya. Sampaikan signifikansi
“kejadian” apa adanya, bukan dengan menyajikan sensasionalitas drama atas
kejadian tersebut –yang dalam hal ini lebih sering diutamakan oleh media umum .
Berkaitan dengan efek jangka panjang, sudah saatnya pers mahasiswa
mengenal dan menanamkan pola toleransi dalam keberagaman, sebab awal mula dari
sebuah kesalahpahaman adalah ketidaksabaran dalam menerima dan mencerna
informasi. Hal tersebut lumrah, karena pada masa sebelum reformasi rakyat telah
terbiasa dididik untuk mencurigai perbedaan pendapat. Inilah yang dimaksud
dengan ‘berjuang’ dalam kamus pers mahasiswa, yakni untuk memberikan informasi-informasi pencerah bagi publik negeri ini. Tulisan-tulisan
insan pers mahasiswa yang diterbitkan melalui buletin, majalah, maupun pada
lahan virtual akan menjadi tulisan objektif yang membawa kebaikan
bersama dan paling dinanti oleh masyarakat. Minimal
masyarakat kampus. Bahwasanya
sikap kritis pembangun dari mahasiswa melalui kegiatan
ber-pers mahasiswa itu masih ada. Bahwasanya,
jika tulisan-tulisan di setiap lembar karyanya, masih mampu membantu dalam membangun proses pengurai kerumitan yang ada.
Di dalam proses belajar dan berjuang inilah, insan pers mahasiswa
diajak untuk lebih berpikir panjang dalam mem-blow up berbagai kasus yang terjadi di
publik. Agar nantinya, apa yang disuguhkan oleh pers mahasiswa yang notabene sebagai media independen tidak ikut pada lingkaran kepentingan dari
konflik-konflik tersebut.
Akhirnya, dalam berproses sebagai pers mahasiswa, seyogyanya kita memberikan tawaran dan pandangan yang baik kepada publik agar mampu memahami, bagaimana menjadi masyarakat yang
multikultural yang baik.
Salam Pers Mahasiswa!!!
Oleh: Defy Firman
Al Hakim
BROKER TERPERCAYA
BalasHapusTRADING ONLINE INDONESIA
PILIHAN TRADER #1
- Tanpa Komisi dan Bebas Biaya Admin.
- Sistem Edukasi Professional
- Trading di peralatan apa pun
- Ada banyak alat analisis
- Sistem penarikan yang mudah dan dipercaya
- Transaksi Deposit dan Withdrawal TERCEPAT
Yukk!!! Segera bergabung di Hashtag Option trading lebih mudah dan rasakan pengalaman trading yang light.
Nikmati payout hingga 80% dan Bonus Depo pertama 10%** T&C Applied dengan minimal depo 50.000,- bebas biaya admin
Proses deposit via transfer bank lokal yang cepat dan withdrawal dengan metode yang sama
Anda juga dapat bonus Referral 1% dari profit investasi tanpa turnover......
Kunjungi website kami di www.hashtagoption.com Rasakan pengalaman trading yang luar biasa!!!