pers mahasiswa LPM spirit mahasiswa universitas madura

media alternatif diantara media umum lainya

sesepuh (pemangku adat LPM spirit mahasiswa universitas madura

yang manakah yang paling ganteng, ayo tebak ?.

cerahnya para mahasiswa ini

kalau ini mana yang paleng jelek ?

mukernas PPMI nasional indonesia

para pengurus yang mengawangi (persatuan pers mahasiswa indonesia)

seram dan tampak (muka tua)

banyak yang iri dengan foto ini, termasuk saya sendiri !!!

Kamis, 29 November 2012

Tak semestinya ada kata benci

Tak semestinya kita membenci orang lain. Meskipun dengan latar belakang apapun, bagi manusia yang sejati, haram hukumnya membenci itu. Sebab fitrah asli dari manusia adalah kebaikan. adapun yang membuat kita mengatakan atau berfikir buruk pada seseorang tidak lain adalah persepsi kita yang sudah melebur dengan prasangka. Yang patut dibenci hanyalah kesombongan kita.

Tak kenal maka takkan tercipta simpati dan empati. Itu memang benar adanya. Kita takkan membenci teroris jika Televisi tidak memberitakan keburukan-keburukannya saja. Kita takkan sayang dan ngefans dengan Spongebobs jika setiap pagi kita tak menampilkan ketulusan dan keluguannya yang menggemaskan.
Maaf, bukan itu yang akan saya bahas ditulisan yang kumuh dan penuh ketidak sesuaian EYD ini. Itu tadi kan hanya perihal pembentukan opini public media massa yang penuh kebohongan.

Sebenarnya yang ingin saya paparkan adalah cinta kasih sesama manusia-lingkungan- dan alam semseta. Ini tetap tentang peduli-percaya-dan sayang. sifat alami yang ada dalam diri manusia. Semua hal itu tak lain untuk tempat kita dilahirkan ini, yang biasa kita sebut dengan Tanah Air kita ini. Tempat bernaung dan berdiri dari segala ketimpangan zaman akhir ini.

Berabad-abad pasca kejayaan Majapahit, tempat tinggal kita ini belum juga bisa melepaskan diri dari kesusahan, ketimpangan, dan segala bentuk keburukan lainnya. Kita seolah-olah selalu tak tuntas dalam mengadakan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Padahal kita telah berkali-kali mencobanya. Mulai dari usaha kemerdekaan, usaha reformasi, dan usaha-usaha kebangkitan lainnya. Tapi mengapa selalu gagal dan tak mendapatkan kemenangan bersama yang telah kita idamkan bersama-sama itu. Mengapa?

Apakah yang salah dengan bangsa ini? Apa yang salah dari kita?

Selama ini pasti kita menyalahkan kekerasan, ketidak adilan, korupsi, kolusi, sistem,pemimpin, pemerintah dan lain sebagaianya. Tapi, apakah benar, di sisi itu kita yang salah?
Kalau memang benar hal-hal tersebut adalah faktor penghambat kemajuan kita, mengapa usaha yang selama ini kita lakukan untuk membenahi faktor-faktor perusak tersebut sepertinya tak berguna apa-apa. Lihatlah bagaimana kita merobohkan sistem monarki Soekarno yang dianggap seenaknya sendiri, lihatlah bagaimana pemimpin otoriter Soeharto telah ditumbangkan, KPK untuk korupsi, Badan perlindungan HAM, sampai bagaimana Gerakan-Gerakan pemuda dan masyarakat menyerukan kebangkitan. Tapi apa yang terjadi. Semuanya tetap langgeng-tak terselesaikan. Lantas, apa yang salah dari semua ini?

Atau, apakah kita harus menyalahkan media? yang menurut para ahli komunikasi massa pembuat mlencengnya nilai masyarakat kita? Lantas, mengapa juga berpuluh-puluh Media Watch atau KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selalu kecolongan dan tak mampu membentengi pemikiran Masyarakat yang semakin hari-semakin aneh saja? Coba, apa yang salah jikalau demikian?



Peran Pers Mahasiswa Sebagai Pengawal Multikultural di Indonesia





“Di Bumi ini, perbedaan telah menjadi bahasan dari beribu-ribu tahun yang lalu. Dalam perjalanan umat manusia hidup, tak akan lupa bagaimana konflik yang dilandasi perbedaan tentang hal apapun akan menjadi momok yang menakutkan bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Lihat saja peperangan yang terjadi pada masa kerajaan-kerajaan, saat  Perang Dunia I dan II , konflik di Timur Tengah, sampai konflik antar suku dibelahan dunia manapun. Semuanya itu terjadi karena kesalah pahaman atas memaknai perbedaan  juga bagaimana menghargai sesama manusia. Disitulah letak kepahaman akan multikultur dan pluralisme dibutuhkan untuk kedamaian hidup di Bumi ini”.
Selayang pandang
Negeri ini adalah negeri yang sangat kaya akan perbedaan yang indah. Jika kita melakukan perjalanan dari Sabang sampai Merauke, kita akan menjumpai ribuan realita yang menjelaskan alangkah menakjubkannya keanekaragaman Nusantara ini: budaya, suku, bahasa, keyakinan, hingga perilaku sosial yang berupa-rupa. Tak banyak warga negeri ini yang tahu, berapa persisnya jumlah suku bangsa di Indonesia. Akan tetapi,  Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata telah melakukan survei mengenai jumlah suku bangsa tersebut. Kepala BPS, Rusman Heriawan, menyampaikan bahwa dari hasil sensus penduduk terakhir pada tahun 2011, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa.(JP Rabu 3/2)

Media Online di PPMI era kekinian



  
Media menjadi bagian yang amat penting dalam kehidupan manusia saat ini. Akselerasi hidup yang menuntut manusia untuk harus serba cepat, berakibat pada arus informasi yang diminta pun semakin deras. Inilah yang dinamakan dromologid – dunia yang dilipat. Piliang, sang maestro seni rupa dari Bandung mengatakan, ”Dimana kehidupan menuntut perjalanan dan akses informasi berjalan bak roket, melesat, dan melewati batas-batas tanpa batas. Kita duduk saja di dalam kamar berarti bukan hanya duduk statis, tapi kita bisa mengoperasikan dunia hanya melalui PC dan Internet. Bahkan persoalan yang sepele seperti mengganti chanel televisi kita membutuhkan remote control, bukan tunning lagi.
Dalam bukunya, Alfin Tofler mangatakan bahwa perkembangan dunia dimulai dari pertanian, menuju industrialisasi, dan terakhir adalah informasi dan komunikasi, seterusnya hanyalah pengembangan dan penyempurnaan dari dunia informasi dan komunikasi, tidak ada yang lain. Mari kita bayangakan, disana-sini orang membutuhkan media untuk memperoleh informasi. Tentang segala hal. Sesuai dengan salah satu fungsi media, to inform. Dengan kata lain tak ada lagi hal di dunia ini yang akan lebih kuat dari pada pengaruh media, sebagai penyalur informasi dan komunikasi yang akan merubah pandangan publik tentang hal apapun. Realitas nyata akan tergantikan oleh realitas media.
Dahulu, perceraian merupakan hal yang sangat memalukan bagi seluruh masyarakat, namun seiring banyaknya media yang memberitakan kasus perceraian para artis yang di kemas sedemikian rupa, menjadikan perceraian sebagai hal yang biasa dan lumrah terjadi di Indonesia. Hal ini juga kita bias kita lihat pada Perang Dunia I, propaganda dilakukan dengan selebaran dan brosur yang ditebarkan melalui pesawat terbang untuk menginformasikan kekuatan angkatan bersenjatanya sehingga membuat takut musuh. Hitler juga merupakan sosok yang faham akan pentingnya media massa dengan propagandanya yang sangat terkenal di radio-radio seluruh Jerman. Dan kita bisa melihat sendiri bagaimana kemerdekaan bangsa Indonesia bisa diketahui oleh orang-orang yang ada di luar pulau satu minggu-satu bulan setelah 17 Agustus 1945 melalui radio-radio bawah tanah yang digunakan oleh Pemuda untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.

Antara Pers Mahasiswa dan Pers Umum



Pengertian Pers
Dalam arti sempit ; Pers adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan buletin-buletin pada kantor berita.sedangkan dalam arti luas ; Pers mencakup semua media komunikasi, yaitu media cetak, media audio visual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dsb.

Sekilas Pers di Indonesia

Sejarah pers di Indonesia sama tuanya dengan pergerakan nasional. Dalam sejarah perjuangan bangsa, dikenal tahun 1908 sebagai tonggak kebangkitan nasional yang ditandai dengan perubahan pola perjuangan dengan manajemen lebih modern. Tahun itu pula media-media nasional mulai bermunculan. Media yang ada lebih sebagai media agitasi dan propaganda  dari perjuangan melawan kolonialisasi. Pembentukan rasa nasionalisme sangat kental dalam isi media tersebut. Tahap ini mengalami puncaknya ketika pemuda-pemudi saat itu berikrar bersama dalam semangat nasionalisme yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda.  Memasuki masa kemerdekaan, agitasi dan propaganda lebih dikonsentrasikan pada upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dikotomi Pers Mahasiswa dan Pers Umum
Dikotomik pers mahasiswa  dan pers umum mulai muncul tahun 1950-an.  Tahun 1950 merupakan tahun kemenangan strategi diplomasi, dimana perjuangan-perjuangan mempertahankan kemerdekaan diselesaikan di meja perundingan. Saat itu, laskar-laskar rakyat diserukan kembali pada aktivitas masing-masing, yang berkerja di ladang kembali ke ladang, yang berjualan di pasar kembali ke pasar dan yang sekolah kembali ke sekolah (kampus). Tahun itu juga di Indonesia berlangsung demokrasi parlementer dimana kekuasaan dikendalikan oleh partai politik. Kekuasaan partai politik menembus samapi media dan kampus, saat itu semua media harus berafiliasi dengan partai politik tertentu. Dus, media menjadi corong dari program dan kepentingan partai politik. Begitu pun dengan kampus, partai politik mempunyai kebebasan untuk memasuki kampus. Partai Sosialis Indonesia (PSI) mendirikan Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS), Masyumi mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Partai Komunis Indonesia mendirikan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan partai-partai lain pun menancapkan kakinya di dalam kampus.