Pengertian Pers
Dalam arti
sempit ; Pers adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah,
tabloid, dan buletin-buletin pada kantor berita.sedangkan dalam arti luas ;
Pers mencakup semua media komunikasi, yaitu media cetak, media audio visual,
dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dsb.
Sekilas Pers di Indonesia
Sejarah pers di Indonesia sama tuanya dengan pergerakan nasional.
Dalam sejarah perjuangan bangsa, dikenal tahun 1908 sebagai tonggak kebangkitan
nasional yang ditandai dengan perubahan pola perjuangan dengan manajemen lebih
modern. Tahun itu pula media-media nasional mulai bermunculan. Media yang ada
lebih sebagai media agitasi dan propaganda
dari perjuangan melawan kolonialisasi. Pembentukan rasa nasionalisme
sangat kental dalam isi media tersebut. Tahap ini mengalami puncaknya ketika
pemuda-pemudi saat itu berikrar bersama dalam semangat nasionalisme yang
kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda.
Memasuki masa kemerdekaan, agitasi dan propaganda lebih dikonsentrasikan
pada upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dikotomi
Pers Mahasiswa dan Pers Umum
Dikotomik pers mahasiswa
dan pers umum mulai muncul tahun 1950-an. Tahun 1950 merupakan tahun kemenangan
strategi diplomasi, dimana perjuangan-perjuangan mempertahankan kemerdekaan
diselesaikan di meja perundingan. Saat itu, laskar-laskar rakyat diserukan
kembali pada aktivitas masing-masing, yang berkerja di ladang kembali ke
ladang, yang berjualan di pasar kembali ke pasar dan yang sekolah kembali ke
sekolah (kampus). Tahun itu juga di Indonesia berlangsung demokrasi parlementer
dimana kekuasaan dikendalikan oleh partai politik. Kekuasaan partai politik
menembus samapi media dan kampus, saat itu semua media harus berafiliasi dengan
partai politik tertentu. Dus, media menjadi corong dari program dan kepentingan
partai politik. Begitu pun dengan kampus, partai politik mempunyai kebebasan
untuk memasuki kampus. Partai Sosialis Indonesia (PSI) mendirikan Gerakan
Mahasiswa Sosialis (GMS), Masyumi mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),
Partai Komunis Indonesia mendirikan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI)
dan partai-partai lain pun menancapkan kakinya di dalam kampus.
Itulah awal dikenal adanya gerakan mahasiswa, jika sebelumnya
hanya dikenal gerakan pemuda melalui laskar-laskar rakyat, sejak itu
konsentrasi gerakan beralih di kampus-kampus melalui entitas bernama mahasiswa.
Begitu pun dengan pers mahasiswa, pers yang bergerak dalam lingkungan kampus
dan dikelola oleh mahasiswa. Sementara pers yang bergerak di luar kampus
dikenal dengan istilah pers umum. Dikotomik pun mulai bergulir.
Konsolidasi pers mahasiswa mengental dengan ditandai berdirinya
Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) pada tahun 1955. IPMI lahir dalam masa
transisi demokrasi parlementer menuju demokrasi terpimpin. Wajar jika pilihan
perjuangan saat itu dikonsentrasikan pada perjuangan untuk menghapus sistem
demokrasi terpimpin yang otoriter, hingga rejim Soekarno dijatuhkan oleh
kolaborasi militer dan gerakan mahasiswa..
Memasuki tahun 1980-an, praktis IPMI tidak mampu meneruskan
konsolidasi gerakan pers mahasiswa. Beradaptasi dengan system baru NKK/BKK,
pers mahasiswa berubah menjadi unit kegiatan minat-bakat sebagai UKM
Jurnalistik, ataupun Unit Kegiatan Pers Mahsiswa. Namun aktivis pers mahasiswa
tidak pernah surut, mulai tahun 1986, dilakukan konsolidasi secara sembunyi-sembunyi
untuk membentuk suatu wadah baru pers mahasiswa. Baru pada tahun 1992, upaya
ini membuahkan hasil, pada tanggal 15 Oktober 1992, disepakati terbentuknya
Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI, saat itu tidak diijinkan
menggunakan istilah pers mahasiswa) sebagai wadah alternatif yang berupaya
memupuk orientasi gerakan pers mahasiswa. Gerakan PPMI saat itu lebih sebagai
upaya pembongkaran sistem NKK/BKK.
Sejalan dengan kebebasan pers, juga memunculkan sikap
profesionalisme sebagai batasan tegas terhadap kebebasan yang kebablasan. Ciri
profesionalisme bisa dilihat dari lima hal, yaitu : bersifat keilmuan,
berorientasi ke publik dan terukur, ada moralitas (kode etik), mempunyai
organisasi profesi, dan mempunyai kesungguhan (loyalitas tunggal).
Namun, profesionalisme media (pers) yang digembar-gemborkan pers
umum ternyata runtuh karena adanya kepentingan pemilik modal. Dalam banyak kasus, pemilik media lebih
mengedepankan penaikkan oplah serta berita yang bombastis/ tendensius. Pemilik
modal sering mengawasi tajuk rencana dari media, untuk memasukkan
kepentingan-kepentingannya. Orientasi pada publik dan pencerahan masyarakat,
sering diabaikan demi naiknya oplah media.
Berbeda dengan pers mahasiswa.
Pers Mahasiswa mengandung dua istilah di dalamnya, yaitu pers, dan mahasiswa. Pemahaman pers, mengacu pada teori
secara umum, mempunyai empat fungsi utama yaitu: Informasi dan hiburan,
Pendidikan, Kontrol Soisal, dan Social Enggineering (Perekayasaan
Sosial).
Sementara pemahaman mahasisiwa selalu berkaitan dengan kampus.
Mahasiswa adalah kelompok usia muda antara 17-25 tahun. Pada usia ini, manusia
cenderung bersikap komunal (suka ngumpul), tidak terikat finansial (masih
nebeng ortu), belum berumah tangga, punya semangat dan energi yang berlebih, dan
kritis. Usia mahasiswa adalah usia dengan ciri yang kritis, bersemangat,
idealis, dan usia yang produktif.
Karakter yang khas dari pers mahasiswa, membuat pers mahsiswa
mempunyai posisi pas untuk melepaskan diri dari jebakan modal. Di tengah-tengah
ketidakmampuan pers umum untuk melakukan pendidikan atau pencerahan kepada
masuyarakat, pers mahasiswa sangat mungkin untuk mengambil peran tersebut.
Perlu kita pahami bahwa sesungguhnya pers tidak akan pernah bisa
objektif, kalaupun ada keobjektifan kita hanya satu. Yaitu keperpihakan kepada
rakyat, keperpihakan kepada yang tertindas. Karenanya syah bagi persma untuk
menciptakan parameter keobjektifan sendiri, tidak perlu terlalu kaku dengan
aturan coverbothside yang harus benar-benar seimbang. karena kondisi
rakyat dengan orang–orang besar di pemerintahan jelas berbeda. Sehingga
keseimbangan berita itu tidak akan pernah bisa mengurangi penderitaan rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar