Media
menjadi bagian yang amat penting dalam kehidupan manusia saat ini. Akselerasi
hidup yang menuntut manusia untuk harus serba cepat, berakibat pada arus
informasi yang diminta pun semakin deras. Inilah yang dinamakan dromologid – dunia yang
dilipat. Piliang, sang maestro seni rupa dari
Bandung mengatakan, ”Dimana kehidupan
menuntut perjalanan dan akses informasi berjalan bak roket, melesat, dan
melewati batas-batas tanpa batas”.
Kita duduk saja di dalam kamar berarti bukan hanya duduk statis, tapi kita bisa
mengoperasikan dunia hanya melalui PC dan Internet. Bahkan persoalan yang
sepele seperti mengganti chanel televisi kita membutuhkan remote control, bukan
tunning lagi.
Dalam
bukunya, Alfin Tofler mangatakan
bahwa perkembangan dunia dimulai dari pertanian, menuju industrialisasi, dan
terakhir adalah informasi dan komunikasi, seterusnya hanyalah pengembangan dan
penyempurnaan dari dunia informasi dan komunikasi, tidak ada yang lain. Mari
kita bayangakan, disana-sini orang membutuhkan media untuk memperoleh
informasi. Tentang segala hal. Sesuai dengan salah satu fungsi media, to inform. Dengan kata lain tak ada lagi
hal di dunia ini yang akan lebih kuat dari pada pengaruh media, sebagai
penyalur informasi dan komunikasi yang akan merubah pandangan publik tentang
hal apapun. Realitas nyata akan tergantikan oleh realitas media.
Dahulu,
perceraian merupakan hal yang sangat memalukan bagi seluruh masyarakat, namun
seiring banyaknya media yang memberitakan kasus perceraian para artis yang di
kemas sedemikian rupa, menjadikan perceraian sebagai hal yang biasa dan lumrah
terjadi di Indonesia. Hal ini juga kita bias kita lihat pada Perang Dunia I,
propaganda dilakukan dengan selebaran dan brosur yang ditebarkan melalui
pesawat terbang untuk menginformasikan kekuatan angkatan bersenjatanya sehingga
membuat takut musuh. Hitler juga merupakan sosok yang faham akan pentingnya
media massa dengan propagandanya yang sangat terkenal di radio-radio seluruh
Jerman. Dan kita bisa melihat sendiri bagaimana kemerdekaan bangsa Indonesia
bisa diketahui oleh orang-orang yang ada di luar pulau satu minggu-satu bulan
setelah 17 Agustus 1945 melalui radio-radio bawah tanah yang digunakan oleh
Pemuda untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Akan
tetapi, arus perebutan pengaruh publik yang dahulunya dipegang oleh beberapa
bentuk media, dari media cetak, radio, televisi dan sekarang menuju komunitas
yang sangat besar, dunia maya (internet). Dengan datangnya internet dan segudang
kelebihnnya, dari tidak terbatasnya konten atau isi yang tersedia, hingga virus
social networking yang menghipnotis
ratusan juta orang untuk selalu memelototi media ini. Perhatian publik
seolah-olah berganti ke media online. Dimana arus informasi datang jauh lebih
cepat dari media yang lain.
“Tak
ada hari tanpa online”, itulah kalimat yang paling cocok untuk masa kini. Jadi,
apapun yang hadir ditengah masyarakat yang gandrung dunia online, akan lebih
dulu dan lebih cepat diterima. Hal ini jelas akan memperkuat media online
sebagai penguasa media informasi dan komunikasi saat ini.
Meskipun demikian, keberadaan media online di
era globalisasi seperti sekarang ini bukan berarti mematikan industry media
lain (cetak dan elektronik) walaupun Survei Kementerian Komunikasi dan
Informasi menunjukkan hasil yang mengagetkan. Oplah koran yang semula 6 juta
eksemplar di awal reformasi, kemudian pada th 2003 tinggal 4,3 juta eksemplar.
Bahkan, total tiras penerbitan yang semula 14 juta eksemplar kini berada pada
kisaran 7 jutaan eksemplar.
Bukan
menjadi saingan karena setiap media (cetak, elektronik dan online) memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga pangsa pasar dari ketiga media
tersebut berbeda, media cetak misalnya, masih mempunyai kelebihan. Diwilayah analisa lebih tajam, membuat orang benar-benar
mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam tentang isi tulisan.
Begitu pula televisi, masih memiliki
fans yang masih sangat banyak.
Akan
tetapi jika kita lihat melalui sudut pandang budget, media online tetap akan
menduduki peringkat teratas bagi media termurah. Meskipun murah, porsi pengaruh
terhadap publik tak kalah dari media mahal seperti cetak ataupun audio visual
(telefisi).
Disinilah
peran kreatif orang-orang penggiat kebenaran yang memiliki keterbatasan modal
untuk mengungkapkan kebenarannya. Karena media cetak serta televisi telah di
kuasai oleh pemodal, yang tak lebih
kepentingannya hanyalah oportunitas belaka. Kita sebagai insane yang mencoba
berbuat sedikit untuk kebenaran di bidang pers, akan hanya menjadi secuil pasir
di bidang media jika masih ngotot menggunakan media lama (cetak) dibandingkan
kekuatan-kekuatan besar di luar sana.
Dengan
murahnya media online, dan efek yang akan ditimbulkan menjadi suatu tantangan untuk
dimanfaatkan. Karena hakekatnya, kita ada sekarang, adalah untuk perang media.
Karena kitya sadari bersama, media mampu membentuk realitasnya sendiri yang di
sebut sebagai realitas media. Dn pengaruh media akan sangat berpengaruh bagi
keadaan masyarakat kita.
PPMI
sebagai wadah dari seluruh Lembaga Pers Mahasiswa seluruh Indonesia yang
berorientasi pada pemberitaan / jurnalistik. Untuk membawakan kepada khalayak
umum suatu kebenaran. Hal ini tidak akan bisa terlepas dengan apa yang disebut
media dan opini publik. Menurut Mc.
Lughan, Medium is a massage. Media adalah pesan.
Dari
hal tersebut, dapat dijadikan landasan bahwa media yang kita punya, menjadi suatu ujung tombak dari fakta yang
ada. Untuk memperebutkan pengaruh publik. Untuk mempertahankan publik agar
tidak jauh meninggalkan realitas sebenarnya. Kebenaran.
Ibaratkan
PPMI adalah sebuah senapan, maka media adalah proyektilnya.yang melesat dari beragam
proses yang terjadi di dalam senapan. Seperti itu lah kiranya persamaannya. di Media
PPMI segala sesuatu isu yang dikawal, pemikiran, sertagagasan yang dikeluarkan
dari Lembaga Pers Mahasiswa. Mengingat efisiensi kinerja media yang dipilih
PPMI adalah media online selain dari wilayah kecepatan media online kita anggap
sebagai media yang paling murah. Tinggal bagaimana kita cermat dalam
mengelolanya. Dari sini, harapan kekuatan kecil kita akan didengar publik tidak
akan lagi menjadi harapan kosong.
Salam Pers Mahasiswa!!!
Defy Firman Al Hakim
0 komentar:
Posting Komentar