pers mahasiswa LPM spirit mahasiswa universitas madura

media alternatif diantara media umum lainya

sesepuh (pemangku adat LPM spirit mahasiswa universitas madura

yang manakah yang paling ganteng, ayo tebak ?.

cerahnya para mahasiswa ini

kalau ini mana yang paleng jelek ?

mukernas PPMI nasional indonesia

para pengurus yang mengawangi (persatuan pers mahasiswa indonesia)

seram dan tampak (muka tua)

banyak yang iri dengan foto ini, termasuk saya sendiri !!!

Minggu, 01 Desember 2013

Kepada er

Rasakan sebab ia akan berdenyut pelan-pelan didadamu; dada seorang lelaki. Karena merasakan dan menantangnya adalah sebaik-baik pahit kopi. Membuat matamu nyalang dari biasanya; membuat langkahmu sebaik kuda-kuda.

Kasih sayang tuhan ada pada wangi wingit yang terhirup bersama kopimu. Rokok yang kau hisap pelan dan kau remas filternya dengan gemas. Hey, er, kamu hanya sedang lupa: dia adalah perempuan sebagaimana kebanyakan yang telah lama dikalahkan logikanya sendiri, rumus, dan angka-angka yang dikira mengobati sejarah dan menggosok masa silam.

Ia tak akan tau bagaimana akar pada rambut orang gila menyembuhkan kutuk teluh dosa turunan. Pada kening & rambut suramorang gila, mengalir air kelapa yg menyembuhkan racun kesialan dari dosakakek-nenek. Di dada mereka yang gila, ada kutub kesabaran; tempat segala dingin berpusar: meredakan apimu yg melahap ujung jari kaki hingga rambutmu.

Seperti kataku dulu; hitunganku dulu. Maka simpansaja api itu di dadamu. Tetenger yang mengingatkanmu: ini bukan telenovela; ftv yang menyemenye.

ABCDE perempuan telah lama kita bicarakan, bukan? Cuma kau yang perlu sakit, meradang, dan terpontang-panting menahan keruntuhan; kekalahan; menggelepar menahan perih yang tak akan sembuh dengan suwuk bismillah ibumu yang juga menangisimu.

Doakan saja semoga tangisnya berhenti secepatnya. Matanyaharus bersinar menyambut para tamu yang datang. Doakan tangisnya berhenti agartak membuat tubuhnya kisut. Bukankah dia akan didandani cantik sekali. Lebih cantikdari saat kau pertama kali mabuk melihat senyumnya.

Kau tau, di sini kopiku tiba-tiba menjadi dingin. Dadaku terbakar. Aku pun tak bisa menguasai diriku. Sepilar? Bagaimana menurutmu? Menarik, bukan? Atau bungur, kletek, yakobus, atau apa saja yang membuat kau tertawa. Ini sudah pagi, sebaiknya kautidur.  

Perempuanku

 Awal pertemuan kita memang spektakuler. Semacam festival ludruk di awal bulan Juli yang sedang meriah-meriahnya. Sekelas Bagir Manan lah yang memulai mencomblangkan kita melalui perumpamaan “Arok Dedes”. Perjalanan yang menyenangkan saat semakin mengetahui betapa meriahnya perasaan yang kau tawarkan. Sampai-sampai aku menghentikan hobi lamaku: bermain cinta dimana-mana. Keyakinan hadir di tengah-tengah kita.
***
Selanjutnya sebutan Dandelion lahir sebagai mahkota untukmu. Disusul kehidupan kita yang saling mengenal, bahkan memeluk dan bercinta sendiri. Perasaan kita menjadi pasar malam, ya pasar malam versi Hitler, Soekarno, Ernest sebagai ownernya. Meriah. Dalam. Senyum dan keyakinan bermunculan dimana-mana.
***
Ada semasa waktu yang sempat menantangku untuk menaikkan bunga-bunga rampai di halaman rumahku yang suwung. Untuk menerima tamu sebanyak-banyaknya biar dunia tahu bahwa ada keyakinan yang memeluk kita. Karena hidup bersama bagi manusia macam kita adalah keyakinan dalam berjuang. Tapi sial. Ada setumpuk benang kusut yang musti kuurai saat itu. Yang membuatmu melayang-layang bersama kutukan-kutukan yang kau sebut do’a dan harapan. Maaf kasih. Bukan maksudku mengindahkanmu. Sabarlah sejenak. Duduklah yang manis sembari menyusun langkah revolusionermu itu. Tenanglah, akangmu ini tak diam.
***
Selaksa do’a yang kusebut sebagai kutukan tadi hadir menjelma sebagai sosok pucat berbulu dan berhidung mancung. Mungkin penisnya terjelaskan oleh mancungnya buaian kisah yang diutarakannya untukmu. Ya Gusti, ampunilah perempuanku yang memiliki semangat hidup tinggi ini. Sayangilah dia seperti ia mendekap harapannya padaku beberapa waktu yang lalu. Jangan biarkan kesialan menyentuh keningnya untuk kesekian kalinya. Cintaku membebaskan tapi tidak untuk menjadikannya makanan Si hidung yang dilumuri libido itu. Baik dan halusnya paras hati perempuanku tak pantas mendapatkan kutukan macam itu.
***
Ken Dedesku, Dandelionku, keyakinanku yang lama ku selami. Bagian mana yang biasa kau suka jika ku kecup?  Siapa namamu? Apa kesukaanmu jika malam menggantung tinggi-tinggi? Tiba-tiba saja aku canggung tak mengenalmu. Saat ku ingat-ingat lagi, berubah menjadi buram. Mungkin setelah setumpuk mawar-mawarn yang harum datang di hadapanmu: bukan dariku yang pelan-pelan membangun monumen sayang yang agung. Akhirnya gamanglah perempuan yang ku kenal cerdas dan indah itu. Yang ada tinggallah rasa bersalah dan ketakutan yang menyublim dengan rasa kasihan padaku. Ah.. kasih, lelaki gilamu ini tak pantas kau kasihani. Dia adalah lelaki karang dengan cintanya yang agung dan membebaskan.
Aku memperjuangkanmu dengan keyakinan. Ketahuilah, perjuanganku kali ini karena kekhawatiran yang teramat atas sosok pecinta kambing guling itu.
***
Dengan halus ku katakan, sudahlah, “jika kau ingin belajar pula, kulepaskan belenggu kasih ini”. Nikmatilah takdirmu yang menurutmu indah dan masyur itu. Aku hanya sedikit mengingatkan, tegarlah nanti jika benar dugaan-dugaanku, datanglah jangan ragu. Ada pundakku. Sebab ada keyakinan untukmu.
Selamat berlayar, selamat berindah-indah kembali.
Aku ikut bahagia.


Banjarmasin, 2011-2013

Kamis, 29 November 2012

Tak semestinya ada kata benci

Tak semestinya kita membenci orang lain. Meskipun dengan latar belakang apapun, bagi manusia yang sejati, haram hukumnya membenci itu. Sebab fitrah asli dari manusia adalah kebaikan. adapun yang membuat kita mengatakan atau berfikir buruk pada seseorang tidak lain adalah persepsi kita yang sudah melebur dengan prasangka. Yang patut dibenci hanyalah kesombongan kita.

Tak kenal maka takkan tercipta simpati dan empati. Itu memang benar adanya. Kita takkan membenci teroris jika Televisi tidak memberitakan keburukan-keburukannya saja. Kita takkan sayang dan ngefans dengan Spongebobs jika setiap pagi kita tak menampilkan ketulusan dan keluguannya yang menggemaskan.
Maaf, bukan itu yang akan saya bahas ditulisan yang kumuh dan penuh ketidak sesuaian EYD ini. Itu tadi kan hanya perihal pembentukan opini public media massa yang penuh kebohongan.

Sebenarnya yang ingin saya paparkan adalah cinta kasih sesama manusia-lingkungan- dan alam semseta. Ini tetap tentang peduli-percaya-dan sayang. sifat alami yang ada dalam diri manusia. Semua hal itu tak lain untuk tempat kita dilahirkan ini, yang biasa kita sebut dengan Tanah Air kita ini. Tempat bernaung dan berdiri dari segala ketimpangan zaman akhir ini.

Berabad-abad pasca kejayaan Majapahit, tempat tinggal kita ini belum juga bisa melepaskan diri dari kesusahan, ketimpangan, dan segala bentuk keburukan lainnya. Kita seolah-olah selalu tak tuntas dalam mengadakan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Padahal kita telah berkali-kali mencobanya. Mulai dari usaha kemerdekaan, usaha reformasi, dan usaha-usaha kebangkitan lainnya. Tapi mengapa selalu gagal dan tak mendapatkan kemenangan bersama yang telah kita idamkan bersama-sama itu. Mengapa?

Apakah yang salah dengan bangsa ini? Apa yang salah dari kita?

Selama ini pasti kita menyalahkan kekerasan, ketidak adilan, korupsi, kolusi, sistem,pemimpin, pemerintah dan lain sebagaianya. Tapi, apakah benar, di sisi itu kita yang salah?
Kalau memang benar hal-hal tersebut adalah faktor penghambat kemajuan kita, mengapa usaha yang selama ini kita lakukan untuk membenahi faktor-faktor perusak tersebut sepertinya tak berguna apa-apa. Lihatlah bagaimana kita merobohkan sistem monarki Soekarno yang dianggap seenaknya sendiri, lihatlah bagaimana pemimpin otoriter Soeharto telah ditumbangkan, KPK untuk korupsi, Badan perlindungan HAM, sampai bagaimana Gerakan-Gerakan pemuda dan masyarakat menyerukan kebangkitan. Tapi apa yang terjadi. Semuanya tetap langgeng-tak terselesaikan. Lantas, apa yang salah dari semua ini?

Atau, apakah kita harus menyalahkan media? yang menurut para ahli komunikasi massa pembuat mlencengnya nilai masyarakat kita? Lantas, mengapa juga berpuluh-puluh Media Watch atau KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selalu kecolongan dan tak mampu membentengi pemikiran Masyarakat yang semakin hari-semakin aneh saja? Coba, apa yang salah jikalau demikian?



Peran Pers Mahasiswa Sebagai Pengawal Multikultural di Indonesia





“Di Bumi ini, perbedaan telah menjadi bahasan dari beribu-ribu tahun yang lalu. Dalam perjalanan umat manusia hidup, tak akan lupa bagaimana konflik yang dilandasi perbedaan tentang hal apapun akan menjadi momok yang menakutkan bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Lihat saja peperangan yang terjadi pada masa kerajaan-kerajaan, saat  Perang Dunia I dan II , konflik di Timur Tengah, sampai konflik antar suku dibelahan dunia manapun. Semuanya itu terjadi karena kesalah pahaman atas memaknai perbedaan  juga bagaimana menghargai sesama manusia. Disitulah letak kepahaman akan multikultur dan pluralisme dibutuhkan untuk kedamaian hidup di Bumi ini”.
Selayang pandang
Negeri ini adalah negeri yang sangat kaya akan perbedaan yang indah. Jika kita melakukan perjalanan dari Sabang sampai Merauke, kita akan menjumpai ribuan realita yang menjelaskan alangkah menakjubkannya keanekaragaman Nusantara ini: budaya, suku, bahasa, keyakinan, hingga perilaku sosial yang berupa-rupa. Tak banyak warga negeri ini yang tahu, berapa persisnya jumlah suku bangsa di Indonesia. Akan tetapi,  Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata telah melakukan survei mengenai jumlah suku bangsa tersebut. Kepala BPS, Rusman Heriawan, menyampaikan bahwa dari hasil sensus penduduk terakhir pada tahun 2011, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa.(JP Rabu 3/2)

Media Online di PPMI era kekinian



  
Media menjadi bagian yang amat penting dalam kehidupan manusia saat ini. Akselerasi hidup yang menuntut manusia untuk harus serba cepat, berakibat pada arus informasi yang diminta pun semakin deras. Inilah yang dinamakan dromologid – dunia yang dilipat. Piliang, sang maestro seni rupa dari Bandung mengatakan, ”Dimana kehidupan menuntut perjalanan dan akses informasi berjalan bak roket, melesat, dan melewati batas-batas tanpa batas. Kita duduk saja di dalam kamar berarti bukan hanya duduk statis, tapi kita bisa mengoperasikan dunia hanya melalui PC dan Internet. Bahkan persoalan yang sepele seperti mengganti chanel televisi kita membutuhkan remote control, bukan tunning lagi.
Dalam bukunya, Alfin Tofler mangatakan bahwa perkembangan dunia dimulai dari pertanian, menuju industrialisasi, dan terakhir adalah informasi dan komunikasi, seterusnya hanyalah pengembangan dan penyempurnaan dari dunia informasi dan komunikasi, tidak ada yang lain. Mari kita bayangakan, disana-sini orang membutuhkan media untuk memperoleh informasi. Tentang segala hal. Sesuai dengan salah satu fungsi media, to inform. Dengan kata lain tak ada lagi hal di dunia ini yang akan lebih kuat dari pada pengaruh media, sebagai penyalur informasi dan komunikasi yang akan merubah pandangan publik tentang hal apapun. Realitas nyata akan tergantikan oleh realitas media.
Dahulu, perceraian merupakan hal yang sangat memalukan bagi seluruh masyarakat, namun seiring banyaknya media yang memberitakan kasus perceraian para artis yang di kemas sedemikian rupa, menjadikan perceraian sebagai hal yang biasa dan lumrah terjadi di Indonesia. Hal ini juga kita bias kita lihat pada Perang Dunia I, propaganda dilakukan dengan selebaran dan brosur yang ditebarkan melalui pesawat terbang untuk menginformasikan kekuatan angkatan bersenjatanya sehingga membuat takut musuh. Hitler juga merupakan sosok yang faham akan pentingnya media massa dengan propagandanya yang sangat terkenal di radio-radio seluruh Jerman. Dan kita bisa melihat sendiri bagaimana kemerdekaan bangsa Indonesia bisa diketahui oleh orang-orang yang ada di luar pulau satu minggu-satu bulan setelah 17 Agustus 1945 melalui radio-radio bawah tanah yang digunakan oleh Pemuda untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.

Antara Pers Mahasiswa dan Pers Umum



Pengertian Pers
Dalam arti sempit ; Pers adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan buletin-buletin pada kantor berita.sedangkan dalam arti luas ; Pers mencakup semua media komunikasi, yaitu media cetak, media audio visual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dsb.

Sekilas Pers di Indonesia

Sejarah pers di Indonesia sama tuanya dengan pergerakan nasional. Dalam sejarah perjuangan bangsa, dikenal tahun 1908 sebagai tonggak kebangkitan nasional yang ditandai dengan perubahan pola perjuangan dengan manajemen lebih modern. Tahun itu pula media-media nasional mulai bermunculan. Media yang ada lebih sebagai media agitasi dan propaganda  dari perjuangan melawan kolonialisasi. Pembentukan rasa nasionalisme sangat kental dalam isi media tersebut. Tahap ini mengalami puncaknya ketika pemuda-pemudi saat itu berikrar bersama dalam semangat nasionalisme yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda.  Memasuki masa kemerdekaan, agitasi dan propaganda lebih dikonsentrasikan pada upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dikotomi Pers Mahasiswa dan Pers Umum
Dikotomik pers mahasiswa  dan pers umum mulai muncul tahun 1950-an.  Tahun 1950 merupakan tahun kemenangan strategi diplomasi, dimana perjuangan-perjuangan mempertahankan kemerdekaan diselesaikan di meja perundingan. Saat itu, laskar-laskar rakyat diserukan kembali pada aktivitas masing-masing, yang berkerja di ladang kembali ke ladang, yang berjualan di pasar kembali ke pasar dan yang sekolah kembali ke sekolah (kampus). Tahun itu juga di Indonesia berlangsung demokrasi parlementer dimana kekuasaan dikendalikan oleh partai politik. Kekuasaan partai politik menembus samapi media dan kampus, saat itu semua media harus berafiliasi dengan partai politik tertentu. Dus, media menjadi corong dari program dan kepentingan partai politik. Begitu pun dengan kampus, partai politik mempunyai kebebasan untuk memasuki kampus. Partai Sosialis Indonesia (PSI) mendirikan Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS), Masyumi mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Partai Komunis Indonesia mendirikan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan partai-partai lain pun menancapkan kakinya di dalam kampus.

Senin, 19 Maret 2012

Kongres PPMI 2012


untuk ketentuan persma fair selengkapnya, bisa diklik disini ya..

Minggu, 18 Maret 2012

Ledakan hambar

Petasan yang garang berdiri bangga membusungkan dada. Berjambul agak panjang nongkrong dengan muka sesangar mungkin. "Aku anti dengan hujan", katanya.
Mendekil di balik lapak dekat bensin dan rokok. Berharap hujan segera reda dan kembali tampil dengan mukanya yang terbanggakan. Sesudah terang, harapan matahari agar segera muncul menerpa setiap kelembapan. Sebab, lembab jauh dari kegarangan petasan.

Kering hadir dengan angin keringnya. Waktu yang benar-benar dinanti rupanya hadir dengan senyum janggal. Kita seharusnya curiga. Tapi dengan kekeh yang kering pula, semangat menanjak pada ulu sjambulnya. yah, kita biasa menamai jambul itu sumbu.  Diambilnya korek. bermerek TOKAI. Merek korek api yang paling disegani oleh para perokok. Murah, tetapi sekali gesek, langsung menyinari. apinya tak tanggung-tanggung. bisa di setel hingga mengepul ke ujung alis.

Kodok lewat. Senyum membumbung ke arah petasan. Hambar, dengan bibir agak miring. Kiri keatas, kanan ke bawah, dengan sedikit menaikkan retina. Senyuman yang sangat menghina. Serupa hinaan orang Timur yang tipis dan dalam. Aih, memuncaklah sang petasan dengan TOKAInya.

Disulutlah jambulnya. sambil menggarangkan wajah, menuju Kodok. "Matilah kau".
Sambil bergelinding, dia berpindah tyempat. Sigaplah Sang kodok dengan kaki terkutuknya. Lompatlah dia.

Sudah sampai di tempat yang dituju, petasan resah dengan bara sumbunya yang semakin dekat. Mukanya pucat pasih. Pikirnya tak karuan. "Akan Jadi apa aku nanti stelah semua ini?", tanyanya pada hati. "Duh gusti.. tak lama lagi, sumbu ini akan habis di kepalaku", tambahnya.

Satu detik, dua detik dan tiga. Kembalilah ketenangan setelah gelegar itu.

Surabaya, 2012

Kamis, 27 Oktober 2011

Kode Etik Pemodal harus ada

Diakhir-akhir ini, kita sering mendengar perbedaan tekanan dan tantangan bagi para jurnalis Indonesia. Pada masa orde baru, para penyuara informasi ini dibungkam oleh penyaduran dan pembredelan pemerintah, dan pada saat ini, kebenaran yang wajib dipaparkan media terbentur dengan kepentingan pemodal atau pengiklannya. Diakui atau tidak, beberapa teori media sudah mengatakan demikian.

Meskipun ada Kode Etik Jurnalis, yang berlandaskan Pancasila dan dilindungi oleh Undang-undang, tak lantas membikin media dan pelakunya bertambah baik dalam kualitas pemberitaannya. Semua itu jelas, karena media umum saat ini memiliki pemahaman "perselingkuhan dari 3 power of Media". Yaitu : perselingkuhan Pemodal(pengiklan dan pemilik saham atau owner) dan Media itu sendiri, terhadap Market atau pasar(publik). Semua itulah sebenarnya sumber masalah yang di hadapi media saat ini untuk menjadi benar-benar pilar ke 4 demokrasi.

Bagaimana ingin berimbang atau berani dalam memberitakan suatu masalah, jika Media sendiri sudah berselingkuh dengan Pemodal dan pengiklan. Apalagi dengan dasar agar operasional media berjalan. Sampai-sampai terlontar dari seorang pelaku media,"Ya gimana mas.. kalau kita tak berteman dengan pengiklan atau pemodal, kita bisa apa? siapa yang membayar para wartawan, layoter, dan percetakan".

Sungguh naif memang. Padahal, jika suatu media benar-benar bagus dalam menyuguhkan informasinya, publik juga mau membayar, dan jika pembaca melimpah ruah, toh pengiklan akan mengikuti apa kata Media. kenapa masih harus mengandalkan Pemodal dan apa kata mereka?

Mungkin sudah saatnya merumuskan ulang Kode Etik Jurnalistik dan sekalian membikin aturan bersama perihal KODE ETIK PEMODAL DAN PENGIKLAN. Agar keduanya sama-sama punya pagu dan kontrol yang jelas. Hal ini juga untuk kebaikan bersama. Kebaikan nama wartawan yang diolok-olok publik karena tak bisa memaksimalkan pekerjaannya karena mau ini-itu pemodal. Kebaikan Pemodal juga jika masyarakat semakin banyak yang membaca karena percaya. Dan Kebaikan yang lebih penting adalah untuk publik (pembaca) sebagai konsumen. Karena jika pemahaman publik baik akibat terpaan informasi media yang bndah pasti kehidupan bangsa ini.

Defy Firman Al Hakim, 2011

Kongres ke XI PPMI

Selasa, 25 Oktober 2011

Existence syndrome



Dalam catatan mengandung beberapa keinginan. Tercetusnya harapan, leganya keresahan, mengasah skill, tinimbang nganggor, agar ingat pada suatu hal, hingga keinginan untuk diperhatikan, yang biasa kita sebut sebagai existence syndrome .

Cinta, perjalanan, hari-hari yang pedas, hingga suasana ketika kita buang air tercatat rapi dalam catatan-catatan lusuh yang biasa kita banggakan. Hebat betul diri kita. karena kita sendiri yang mencatat catatan itu. Ke-aku-an sang penulis.


Tak ada yang salah memang. Itu adalah hak yang sudah dimiliki manusia modern- untuk eksistensinya.

Tapi sadarkah kita menjadi hakim agung yang kejam dalam catatan-catatan kehidupan kita ini? Apalagi ketika mencatat tentang orang-orang disekitar kita. Begitu nyamannya kita hingga lupa, siapa diri kita

Serentetan suasana yang mendukung eksistensi diri kita lahir dari sini.


Akhir-akhir ini aku menjadi resah tentang apa itu eksistensi. Naluri makhluk sosial memang, mencari tau siapa dan dimana posisi diri. Tapi, lagi-lagi kita akan lupa, bagaimana hal pencarian eksistensi itu tadi tak hanya baik untuk kita. Kepekaan dan kejelian hati nurani dipertaruhkan disini. Bagaimana kita bekerja keras untuk mencari eksistensi diri. Apakah kita mengesampingkan yang lain atau tidak.


Saya harap pencarian eksistensi diri ini tak mengurangi atau bahkan membunuh hak yang lain. Memang sulit, Tapi dari catatan "kehidupan" yang dipersembahkan untuk pengingat diri, saya menjadi ingat kembali akan ini.

Tepi kali Brantas, 2011



Kamis, 29 September 2011

Hati-Hati terhadap Media Massa kita


Kita sebagai manusia memang wajib berkembang, mengisi ketidak tahuan kita terhadap sesuatu yang sebelumnya belum diketahui. Memang itu lah fungsi Tuhan menganugerahi otak untuk alam berfikir kita, sebagai landasan kita bertindak. Semakin banyak manusia mengetahui sesuatu menjadi wajib hukumnya. Tujuannya jelas, memperbaiki kualitas kehidupan manusia itu sendiri.

Seperti yang dikatakan Aristoteles, "menggambarkan pengetahuan sejati akan menjelaskan “sebab-musabab” terjadinya sesuatu, yang bertitik-tolak pada aksioma-aksioma sebagai dasar dari pengetahuan. Aksioma-aksioma harus menyatakan sebab-sebab yang paling akhir (final cause), yang menjelaskan fakta dan diungkap oleh dalil-dalil. Bagi Aritoteles, di sinilah pentingnya persepsi dan pengalaman. Hal ini jelas untuk suatu kehidupan yang sejahtera dan lebih hakiki. Untuk lebih memudahkan manusia memenuhi apa-apa kebutuhan lahiriyah serta batiniyahnya.

Itu gambaran idealnya. Akan tetapi jika kita mau realistis dalam melihat dan memperhatikan di era super information ini. Seharusnya jika manusia ada pada kondisi peradaban seperti ini, wajarnya peradabannya akan sangat jauh lebih baik dari sejarah yang lalu. Pertanian, Kesehatan, Kesejahteraan akan melimpah ruah. yang akhirnya menyebabkan keindahan kehidupan di bumi ini. tapi sekali lagi, itu idealnya. Coba kita benar-benar liat dan rasakan, perkembangan otak dan pemikiran kita yang berimbas pada semakin majunya teknologi tak berimbas pula pada kesejahteraan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Ada apa dengan semua ini? seperti ada suatu kejanggalan yang sangat timpang antara idealnya dengan realitas. dan seolah-olah semua ini adalah by setting.

Ditinjau dari era Informasi dan komunikasi massa.
Kita pasti tahu, peralihan zaman menggiring kita pada suatu babak kini-era informasi dan komunikasi. Dimana semuanya, tergantung pada informasi dan komunikasi yang kita lahap setiap harinya. Semua proses pemasukan informasi tersebut tak lain dari berbagai media yang bersifat massa atau masive, mulai TV hingga reklame di jalan-jalan.

Semuanya seolah-olah kita telan mentah-mentah. kita tak berdaya memfilter rentetan informasi dari media tersebut. Meskipun sering diantara kita sadar bahwa yang disampaikan media massa banyak yang mengandung unsur yang tidak baik.

Tak percaya?
Coba kita lihat lebih detail. Dari sebuah sinetron. Kita sama-sama tahu, bahwa yang ditampilkan sinetron di TV-TV tak lain hanya : bagaimana kita mencintai pasangan, selingkuh, berebut warisan, saling telikung dan hal- hal yang tak baik lainnya. Tapi lihat saja, kit a tetap senang di didik Sinetron seperti itu. Kita akan menanti-nanti siapa yang menang dalam perebutan cinta, penelikungan, atau perebutan warisan itu.

Contoh lainnya adalah Infoteiment. Sadar atau tidak, salah satu menu harian kita ini (infoteinment) adalah instrument tercepat untuk membelokkan moral dan nilai luhur masyarakat kita. Kita mungkin sekarang sangat familiar dengan istilah "perceraian". Alih-alih perceraian saat ini sudah menjadi trend. Inilah salah satu yang diangkat infoteiment kita. Diamana keberlangsungan pemberitaan sebuah perceraian membawa kita pada pembelokan makna. Kalau dulu proses cerai dengan pasangan adalah hal yang sangat memalukan. Bahkan Tuhan pun tak menyukainya. Tapi apa yang terjadi saat ini? karena setiap hari membicarakan perceraian, seorang artis dikatakan keren jika dia sering mandar-mandir KUA untuk mengurusi surat perceraian dan nikah. Berarti dia Keren dan laku. Kita semua mengamini itu. tanpa bisa kita berbuat apa-apa. Jika ada orang sering cerai, berarti dia laku keras.

Contoh lain yang membuat saya geram adalah dari sisi pemberitaan atau news. Disadari atau tidak, beberapa tahun ini, kita selalu disodori sesuatu masalah yang tak pernah tuntas. berbagai kasus yang diangkat tak pernah sampai pada akhir. bahkan tak pernah tuntas saat pemaparan beritanya. Kasus BLBI, GAYUS, KPK, AMBALAT, KPU, KEJAGUNG, KEMISKINAN, KORUPSI, dll, semuanya tak pernah tuntas.

Hal ini jelas akan mempengaruhi alam bawah sadar kita. Bahwa kita tak pernah bisa tuntas melakukan apapun. Di berbagai sektor kita pun jarang dan mungkin tak pernah mendengar sesuatu yang membanggakan dan membuat kita semangat untuk jadi orang Indonesia. Dari pemberitaan Politik, Sosial, Budaya, Ekonomi, Teknologi, dan bahkan olah raga tak pernah kita mendengar sebuah kebaikan (kalaupun ada perbandingannya sangat jauh). Hal ini jelas, akan menumbuhkan rasa tak percaya bahwa negeri ini bisa maju.
Dan masih setumpuk contoh-contoh kelalaian publik terhadap setingan pemahaman media umum. Seperti dibidang musik industri, seni, dll.

Lihatlah beberapa contoh yang telah dipaparkan. Bagaiamana kerja mempengaruhi publik secara menyeluruh dan merata melalui media. Dan hal ini disebut oleh ahli opini publik sebagai "Sigil of media" atau sihir sigil media.
Sihir yang bukan diserangkan melalui jampi-jampi atau mantra-mantra mbah dukun. Akan tetapi melalui sistematika conten acara atau isi dari apa yang dikeluarkan sebuah media kepada publik. dan hal ini dilakukan secara terus-menerus hingga publik tak sadar bahwa sedang di seting pemahamannya terhadap sesuatu.

Yang diserang disini tak lain adalah alam bawah sadarnya. karena dalam alam bawah sadar, seorang manusia tak akan mampu berkutik atau menolak apa yang dipahami oleh alam bawah sadar. Sebab, manusia dikontrol alam sadarnya hanya 25%. dan yang mengontrol sisanya sebanyak 75% adalah alam bawah sadar.

Kita tak akan bisa menilai dengan jernih , apakah sesuatu hal itu baik atau buruk.

Bayangkan, berapa nilai yang telah membengkokkan kita?


Siap yang mau melakukan hal paling bajingan tersebut?
Ingat dan perlu diketahui, di dalam kerja media menampilkan berbagai realita, bukan serta merta hal itu adalah suatu keberan realitas yang ada. semua itu tergantung pada "Siapa pemilik media tersebut?".
Jika saja yang memiliki baik, apalagi dari orang pribumi, mungkin saja hal itu tak akan terjadi.
Masalhanya disini, 98 % Media umum di Indonesia merupakan aset asing. Dan saya yakin, apapun yang datangnya dari asing (terutama Amerika dan sekutunya) itu adalah suatu kerugian. apapun bentuknya. Karena mereka memiliki kepentingan yang abadi- Sumber Daya kita.

Kita di seting agar tak bisa maju dan hancur dengan sendirinya melalui media. agar kita tak sempat memikirkan hal lain yang sangat jauh lebih penting dan krusial. lihat saja masalah perikanan, freeport papua, atau masalah pendidikan. astaghfirulloh...

Ingat bayangan kita diawal. Gambaran idealnya, jika suatu masyarakat tambah tahu banyak, maka masyarakat tersebut akan lebih maju dan sejahtera. Tapi mengapa masih susah saja?

Nilai-nilai kesuksesan dan kesejahteraan seperti apa kah yang benar-benar itu?
Apa sajakah yang telah berubah dari kita?
Inilah PR kita bersama. Bagaiamana kita harus kembali menjadi fundamentalisme atau trah jati diri kita. Siapa kita? Siapa bangsa ini? Bagaimana ajaran hidup nenek moyang kita haingga mereka jadi penguasa?

Semua itu adalah PR bagi kita.
Selain itu, setelah saya menampilkan beberapa dosa Media, hendaknya kita saling mengingatkan bahwa filter terhadap konsumsi informasi kita harus diperketat. Karena jika alam bawah sadar kita telah kebobolan, tamatlah.
Karena begitu berbahayanya efek laten dari media yang tanpa filter tersebut.

Defy Firman Al Hakim 2011

Semoga tulisan ini bermanfaat dan barokah.

SALAM BANGKIT!!!

Selasa, 20 September 2011

Aku mimpi buruk semalam


Semoga siang ini menghantarkan keterbukaan itu

Agar dapat ikut merasakannya

Agar tak lekas hancur batas hatimu

-sebab penuh sesak oleh kepiluan

14/6/2010 13:28 WIB

*

Sore ini begitu lelap bersadur mimpi

Aku dan bunga lili adalah ironi yang indah

Pernah ku bertanya pada ibu,

Tentang perasaan dan perih

Dalam halus senyumnya, beliau menjawab..

14/6/2010 18:42 WIB

*

Apa yang kau ketahui tentang risau?

16/6/2010 19:29 WIB

*

Masih kurenungkan ke-diam-an tanya tercurah hari ini

Semoga tak seperti yang ku fakir risau hati ini.

Tentang keberadaan rasa yang nista.

16/6/2010 21:39 WIB

*

Sesalku menodong ribuan senapan.

Mirislah angan yang di genggam

Tentag jiwa pengembara yang menatihkan tujuan, adalah ke-diamanku yang kebingungan arah

16/6/2010 21:17 WIB

*

Dalam lajur perasaan, akankah lelumutan tumbuh dan menggerus harapan.

Asap kematian pun datang dengan kawanan golok bermata dua.

Tapi kutetapkan hadangan indah buatnya.

16/6/2010 21:28 WIB

Malam ini tiba-tiba memberiku sebuah mimpi yang langsung mengingatkanku pada percakapan elektronik ini. Semuanya tetap-tentang wanita indah bermata sayu. Yang memberiku suatu keyakinan akan rasaku yang hilang.

Begitu indah hingga ku tak berani untuk berfikir indah dengannya di esok hari. Sepertinya tak pantas bajingan sepertiku memuai mimpi indah itu. Begitu takutnya sebuah luka akan menghinggapinya. Hingga harus kupendam inginku. Karena aku sadar betuk bagaimana rasa ini. Ya Alloh… ampun ya robb..

Aku seperti ini- meninggalkan begitu saja batu bata yang kususun dari bawah-bukan karena sebab. Semua berawal dari celoteh seorang teman. Di suatu subuh, tiba-tiba dia menggemparkan hati dengan sebuah dalil. Yang artinya kurang lebih,”Menikahlah dengan kekhufuan. Yang baik dengan yang baik. Dan yang buruk dengan yang buruk. Jangan engkau campur adukkan antara keduanya”.

“Duh gusti…. Aku ini kan seorang bajingan. Dia bukan.”, rontahan hatiku.

Mungkinkah seorang yang aku anggap benar-benar suatu perhiasan langka nan mahal ku sentuh. Sedangkan posisi diri ini masih sebagai kaum jelata dalam hal agama.

Meskipun sholatku bolong-bolong, tapi tentang fundamentalitas berketuhanan diri ini sangat pengku-apa kata dalil. Sebab, kuanggap aku tak sampai untuk menentukan atau menimbang masalah dosa. Mana boleh atau tidak. Apalagi ini adalah soal masa depan anak cucu. Duh gusti…..

Entah seperti apa kini hatimu yang kutinggalkan. Kehilangan kah? Biasa? Atau malah senang? Aku tak tau sayang. Yang kutahu, ekspresimu dalam mimpiku semalam. Kau duduk tersimpuh di sudut kegelapan, dan matamu yang biru basah oleh suatu hal. Aku lewat begitu saja. Tak sanggup ku menoleh. Tak sanggup.

Cerita kini memang sudah terlanjur lewat. Tapi aku yakin, kau pun menyimpan Tanya dan benci. Perihal kepergian hadirku disetiap pagimu. Dan kuharap kepekaan hatimu sanggup mengejawantahkan semua ini. Bencilah bajingan ini, ludilah bayangku.

Aku hanya bias meratap pada pagi tantang takdir yang baru berjalan setengah ronde ini. Aku menanti keindahan yang hakiki tentangmu. Jika kau mau. Aku akan diam dan menghilang sejenak untuk menunggu takdir tulang rusukku itu.

Semoga takdir itu adalah dirimu. Dan kita bisa merealisasikan mimpi-mimpi kita tentang keluarga kecil yang sejuk. Dengan celotehan tawa dan tangis anak-anak kita. Semoga….

Aku berdoa pada sang pembuah takdir untuk ini. Jika mau, bantulah aku memanjatkannya.

Berantas, September 2011