Kita sebagai manusia memang wajib berkembang, mengisi ketidak tahuan kita terhadap sesuatu yang sebelumnya belum diketahui. Memang itu lah fungsi Tuhan menganugerahi otak untuk alam berfikir kita, sebagai landasan kita bertindak. Semakin banyak manusia mengetahui sesuatu menjadi wajib hukumnya. Tujuannya jelas, memperbaiki kualitas kehidupan manusia itu sendiri.
Seperti yang dikatakan Aristoteles, "menggambarkan pengetahuan sejati akan menjelaskan “sebab-musabab” terjadinya sesuatu, yang bertitik-tolak pada aksioma-aksioma sebagai dasar dari pengetahuan. Aksioma-aksioma harus menyatakan sebab-sebab yang paling akhir (final cause), yang menjelaskan fakta dan diungkap oleh dalil-dalil. Bagi Aritoteles, di sinilah pentingnya persepsi dan pengalaman. Hal ini jelas untuk suatu kehidupan yang sejahtera dan lebih hakiki. Untuk lebih memudahkan manusia memenuhi apa-apa kebutuhan lahiriyah serta batiniyahnya.
Itu gambaran idealnya. Akan tetapi jika kita mau realistis dalam melihat dan memperhatikan di era super information ini. Seharusnya jika manusia ada pada kondisi peradaban seperti ini, wajarnya peradabannya akan sangat jauh lebih baik dari sejarah yang lalu. Pertanian, Kesehatan, Kesejahteraan akan melimpah ruah. yang akhirnya menyebabkan keindahan kehidupan di bumi ini. tapi sekali lagi, itu idealnya. Coba kita benar-benar liat dan rasakan, perkembangan otak dan pemikiran kita yang berimbas pada semakin majunya teknologi tak berimbas pula pada kesejahteraan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Ada apa dengan semua ini? seperti ada suatu kejanggalan yang sangat timpang antara idealnya dengan realitas. dan seolah-olah semua ini adalah by setting.
Ditinjau dari era Informasi dan komunikasi massa.
Kita pasti tahu, peralihan zaman menggiring kita pada suatu babak kini-era informasi dan komunikasi. Dimana semuanya, tergantung pada informasi dan komunikasi yang kita lahap setiap harinya. Semua proses pemasukan informasi tersebut tak lain dari berbagai media yang bersifat massa atau masive, mulai TV hingga reklame di jalan-jalan.
Semuanya seolah-olah kita telan mentah-mentah. kita tak berdaya memfilter rentetan informasi dari media tersebut. Meskipun sering diantara kita sadar bahwa yang disampaikan media massa banyak yang mengandung unsur yang tidak baik.
Tak percaya?
Tak percaya?
Coba kita lihat lebih detail. Dari sebuah sinetron. Kita sama-sama tahu, bahwa yang ditampilkan sinetron di TV-TV tak lain hanya : bagaimana kita mencintai pasangan, selingkuh, berebut warisan, saling telikung dan hal- hal yang tak baik lainnya. Tapi lihat saja, kit a tetap senang di didik Sinetron seperti itu. Kita akan menanti-nanti siapa yang menang dalam perebutan cinta, penelikungan, atau perebutan warisan itu.
Contoh lainnya adalah Infoteiment. Sadar atau tidak, salah satu menu harian kita ini (infoteinment) adalah instrument tercepat untuk membelokkan moral dan nilai luhur masyarakat kita. Kita mungkin sekarang sangat familiar dengan istilah "perceraian". Alih-alih perceraian saat ini sudah menjadi trend. Inilah salah satu yang diangkat infoteiment kita. Diamana keberlangsungan pemberitaan sebuah perceraian membawa kita pada pembelokan makna. Kalau dulu proses cerai dengan pasangan adalah hal yang sangat memalukan. Bahkan Tuhan pun tak menyukainya. Tapi apa yang terjadi saat ini? karena setiap hari membicarakan perceraian, seorang artis dikatakan keren jika dia sering mandar-mandir KUA untuk mengurusi surat perceraian dan nikah. Berarti dia Keren dan laku. Kita semua mengamini itu. tanpa bisa kita berbuat apa-apa. Jika ada orang sering cerai, berarti dia laku keras.
Contoh lain yang membuat saya geram adalah dari sisi pemberitaan atau news. Disadari atau tidak, beberapa tahun ini, kita selalu disodori sesuatu masalah yang tak pernah tuntas. berbagai kasus yang diangkat tak pernah sampai pada akhir. bahkan tak pernah tuntas saat pemaparan beritanya. Kasus BLBI, GAYUS, KPK, AMBALAT, KPU, KEJAGUNG, KEMISKINAN, KORUPSI, dll, semuanya tak pernah tuntas.
Hal ini jelas akan mempengaruhi alam bawah sadar kita. Bahwa kita tak pernah bisa tuntas melakukan apapun. Di berbagai sektor kita pun jarang dan mungkin tak pernah mendengar sesuatu yang membanggakan dan membuat kita semangat untuk jadi orang Indonesia. Dari pemberitaan Politik, Sosial, Budaya, Ekonomi, Teknologi, dan bahkan olah raga tak pernah kita mendengar sebuah kebaikan (kalaupun ada perbandingannya sangat jauh). Hal ini jelas, akan menumbuhkan rasa tak percaya bahwa negeri ini bisa maju.
Dan masih setumpuk contoh-contoh kelalaian publik terhadap setingan pemahaman media umum. Seperti dibidang musik industri, seni, dll.
Lihatlah beberapa contoh yang telah dipaparkan. Bagaiamana kerja mempengaruhi publik secara menyeluruh dan merata melalui media. Dan hal ini disebut oleh ahli opini publik sebagai "Sigil of media" atau sihir sigil media.
Sihir yang bukan diserangkan melalui jampi-jampi atau mantra-mantra mbah dukun. Akan tetapi melalui sistematika conten acara atau isi dari apa yang dikeluarkan sebuah media kepada publik. dan hal ini dilakukan secara terus-menerus hingga publik tak sadar bahwa sedang di seting pemahamannya terhadap sesuatu.
Lihatlah beberapa contoh yang telah dipaparkan. Bagaiamana kerja mempengaruhi publik secara menyeluruh dan merata melalui media. Dan hal ini disebut oleh ahli opini publik sebagai "Sigil of media" atau sihir sigil media.
Sihir yang bukan diserangkan melalui jampi-jampi atau mantra-mantra mbah dukun. Akan tetapi melalui sistematika conten acara atau isi dari apa yang dikeluarkan sebuah media kepada publik. dan hal ini dilakukan secara terus-menerus hingga publik tak sadar bahwa sedang di seting pemahamannya terhadap sesuatu.
Yang diserang disini tak lain adalah alam bawah sadarnya. karena dalam alam bawah sadar, seorang manusia tak akan mampu berkutik atau menolak apa yang dipahami oleh alam bawah sadar. Sebab, manusia dikontrol alam sadarnya hanya 25%. dan yang mengontrol sisanya sebanyak 75% adalah alam bawah sadar.
Kita tak akan bisa menilai dengan jernih , apakah sesuatu hal itu baik atau buruk.
Bayangkan, berapa nilai yang telah membengkokkan kita?
Siap yang mau melakukan hal paling bajingan tersebut?
Kita tak akan bisa menilai dengan jernih , apakah sesuatu hal itu baik atau buruk.
Bayangkan, berapa nilai yang telah membengkokkan kita?
Siap yang mau melakukan hal paling bajingan tersebut?
Ingat dan perlu diketahui, di dalam kerja media menampilkan berbagai realita, bukan serta merta hal itu adalah suatu keberan realitas yang ada. semua itu tergantung pada "Siapa pemilik media tersebut?".
Jika saja yang memiliki baik, apalagi dari orang pribumi, mungkin saja hal itu tak akan terjadi.
Masalhanya disini, 98 % Media umum di Indonesia merupakan aset asing. Dan saya yakin, apapun yang datangnya dari asing (terutama Amerika dan sekutunya) itu adalah suatu kerugian. apapun bentuknya. Karena mereka memiliki kepentingan yang abadi- Sumber Daya kita.
Jika saja yang memiliki baik, apalagi dari orang pribumi, mungkin saja hal itu tak akan terjadi.
Masalhanya disini, 98 % Media umum di Indonesia merupakan aset asing. Dan saya yakin, apapun yang datangnya dari asing (terutama Amerika dan sekutunya) itu adalah suatu kerugian. apapun bentuknya. Karena mereka memiliki kepentingan yang abadi- Sumber Daya kita.
Kita di seting agar tak bisa maju dan hancur dengan sendirinya melalui media. agar kita tak sempat memikirkan hal lain yang sangat jauh lebih penting dan krusial. lihat saja masalah perikanan, freeport papua, atau masalah pendidikan. astaghfirulloh...
Ingat bayangan kita diawal. Gambaran idealnya, jika suatu masyarakat tambah tahu banyak, maka masyarakat tersebut akan lebih maju dan sejahtera. Tapi mengapa masih susah saja?
Nilai-nilai kesuksesan dan kesejahteraan seperti apa kah yang benar-benar itu?
Apa sajakah yang telah berubah dari kita?
Inilah PR kita bersama. Bagaiamana kita harus kembali menjadi fundamentalisme atau trah jati diri kita. Siapa kita? Siapa bangsa ini? Bagaimana ajaran hidup nenek moyang kita haingga mereka jadi penguasa?
Semua itu adalah PR bagi kita.
Selain itu, setelah saya menampilkan beberapa dosa Media, hendaknya kita saling mengingatkan bahwa filter terhadap konsumsi informasi kita harus diperketat. Karena jika alam bawah sadar kita telah kebobolan, tamatlah.
Karena begitu berbahayanya efek laten dari media yang tanpa filter tersebut.
Ingat bayangan kita diawal. Gambaran idealnya, jika suatu masyarakat tambah tahu banyak, maka masyarakat tersebut akan lebih maju dan sejahtera. Tapi mengapa masih susah saja?
Nilai-nilai kesuksesan dan kesejahteraan seperti apa kah yang benar-benar itu?
Apa sajakah yang telah berubah dari kita?
Inilah PR kita bersama. Bagaiamana kita harus kembali menjadi fundamentalisme atau trah jati diri kita. Siapa kita? Siapa bangsa ini? Bagaimana ajaran hidup nenek moyang kita haingga mereka jadi penguasa?
Semua itu adalah PR bagi kita.
Selain itu, setelah saya menampilkan beberapa dosa Media, hendaknya kita saling mengingatkan bahwa filter terhadap konsumsi informasi kita harus diperketat. Karena jika alam bawah sadar kita telah kebobolan, tamatlah.
Karena begitu berbahayanya efek laten dari media yang tanpa filter tersebut.
Defy Firman Al Hakim 2011
Semoga tulisan ini bermanfaat dan barokah.
SALAM BANGKIT!!!
Semoga tulisan ini bermanfaat dan barokah.
SALAM BANGKIT!!!
ciye ciye...
BalasHapus