Selasa, 20 September 2011

Rembulan dan Es Cream



Terimakasih pada pagi yang selalu rela menuangkan dinginnya.

Pertemuan adalah awal dari lara dan senyuman. Tentang seorang gadis yang sayu dan matanya sedikit berbinar. Hari-harinya penuh cinta dan dekapan. Dekapan yang teramat sangat, sejenis kekangan. Nampak bias memang. Kadang meronta dalam keheningan kau pilih tuk melepas penat takdir dengan senyuman hambar.
"Sabarlah, hari kebebasanmu pasti tiba", jawaban yang selalu ku pakai tuk sedikit menyemangati. Tapi yakinkan akan satu hal, engkau sangat tangguh, dan aku silau.


Pagi-pagiku kini hanya terpakai untuk meratap pada kegetiran yang indah. Sebab ku telah berpagut rasa dalam sukma. Sesekali sms liar terlahir tanpa sesuatu kesanggupan menahan rindu. Karena mungkin masih itu yang paling mungkin dilakukan, sebab, menatap wajahnya saja ku tak mampu. Tubuh dan hati ini seakan memiliki alarm super sensitive jika berada di sekitarnya. Seperti seorang pengendara motor yang tak memiliki SIM yang takut bertemu polisi. Padahal kubutuh akan kehadirannya.

Memandangnya dari kejauhan menjadi hobi baruku kini, dan berkirim sapa singkat menjadi ritual yang sangat sakral. Yah, setidaknya ada keteguhan atas keistiqomahan jiwa terhadap rasa. Tak apalah, aku nikmati semua itu. Diam-diam kulakukan hal tersebut. Tak sadar telah berjalan beratus hari.
Meskipun sedikit hafal dengan rutinitas yang kau katakan menjemukan itu. Akan tetapi sampai saat ini ku belum tuntas memaknaimu



Disinilah masalah yang belum bisa ku urai, ternyata ku belum mampu berguna untuk hari-harinya. Setidaknya hanya untuk memunculkan sebuah senyuman penuh makna dari bibirnya yang begitu manis aku belum mampu. Maafkan aku sayang..

Sesekali pernah kuberanikan diri tuk menatap langsung senyumnya. Berharap bisa sedikit membuat senyum lebarnya benar-benar muncul. Dengan berteman bulan, kugandeng keberanian tuk menemuimu. Meskipun aku adalah lelaki karang, ternyata aku masih tak mampu mengucap apa-apa yang bermanfaat untuk kebahagiaanmu. maaf, aku gerogi. Hanya senyum polosku yang liar keluar kesana-kemari. seperti orang bodoh memang. orang bodoh yang sangat bahagia.

Sampai ku tulis catatan ini, rasa kebahagiaanku belum habis-habisnya. Sekalipun kehadiranmu belum kembali. Meskipun telah ku coba hadirkan dengan sisa bahagia yang belum sirna oleh kepiluan menanti. Aku tetap bahagia. Entah, bagaimana aku harus berperasaan. Yang pasti aku disini bahagia. Bahagia yang tak akan pernah dianggap normal oleh orang kebanyakan. Aku berani menjamin, kebahagiaan yang tak normal ini tak mudah lumer seperti es cream.

Defy Firman Al Hakim

0 komentar:

Posting Komentar