Selasa, 25 Oktober 2011

Existence syndrome



Dalam catatan mengandung beberapa keinginan. Tercetusnya harapan, leganya keresahan, mengasah skill, tinimbang nganggor, agar ingat pada suatu hal, hingga keinginan untuk diperhatikan, yang biasa kita sebut sebagai existence syndrome .

Cinta, perjalanan, hari-hari yang pedas, hingga suasana ketika kita buang air tercatat rapi dalam catatan-catatan lusuh yang biasa kita banggakan. Hebat betul diri kita. karena kita sendiri yang mencatat catatan itu. Ke-aku-an sang penulis.


Tak ada yang salah memang. Itu adalah hak yang sudah dimiliki manusia modern- untuk eksistensinya.

Tapi sadarkah kita menjadi hakim agung yang kejam dalam catatan-catatan kehidupan kita ini? Apalagi ketika mencatat tentang orang-orang disekitar kita. Begitu nyamannya kita hingga lupa, siapa diri kita

Serentetan suasana yang mendukung eksistensi diri kita lahir dari sini.


Akhir-akhir ini aku menjadi resah tentang apa itu eksistensi. Naluri makhluk sosial memang, mencari tau siapa dan dimana posisi diri. Tapi, lagi-lagi kita akan lupa, bagaimana hal pencarian eksistensi itu tadi tak hanya baik untuk kita. Kepekaan dan kejelian hati nurani dipertaruhkan disini. Bagaimana kita bekerja keras untuk mencari eksistensi diri. Apakah kita mengesampingkan yang lain atau tidak.


Saya harap pencarian eksistensi diri ini tak mengurangi atau bahkan membunuh hak yang lain. Memang sulit, Tapi dari catatan "kehidupan" yang dipersembahkan untuk pengingat diri, saya menjadi ingat kembali akan ini.

Tepi kali Brantas, 2011



0 komentar:

Posting Komentar