Rabu, 10 Februari 2010

Dingin Bungurasih Januari, 2010

Sayup-sayup dari kejauhan angin itu. Ketika datang dari barat sesosok janin mentah dengan ari-ari busuk di depannya. Sepintas hal itu terasa biasa dalam hidup. Kesadaranlah ternyata yang dicari.

Kefanaan hidup semakin bergejolak dalam jiwa penuh Tanya. Perbincangan dengan angin malam yang dingin membawakan sebuah kunci. Salah satu dari ribuan kunci batin yang kosong ingin di penuhi. Terima kasih adalah layangan surat pendek dalam jiwa. Mengepakkan berjuta kutu kurus kering yang selama ini tumbuh subur dalam kantong semar.

“Mentah kau !”
“Apa,aku mentah?”
“Hijau kau !”
“bukannya aku merah..?”
“ke kanan kau..!”
“Bukankah aku kiri..?”

Kehinaan seonggok tubuh ternyata dapat di lukis. Dimana pengalaman adalah tintanya dan keyakinan adalah kuasnya. Puas sekali ketika airnya tidak ada, dengan demikian Si mata sipit tambah digdaya dalam memutar roda kebodohan. Kebenaran dalam keanggunan, bukan menjadi tujuan hidup, tetapi pondasi dasar pada lentik matanya.

0 komentar:

Posting Komentar