pers mahasiswa LPM spirit mahasiswa universitas madura

media alternatif diantara media umum lainya

sesepuh (pemangku adat LPM spirit mahasiswa universitas madura

yang manakah yang paling ganteng, ayo tebak ?.

cerahnya para mahasiswa ini

kalau ini mana yang paleng jelek ?

mukernas PPMI nasional indonesia

para pengurus yang mengawangi (persatuan pers mahasiswa indonesia)

seram dan tampak (muka tua)

banyak yang iri dengan foto ini, termasuk saya sendiri !!!

Kamis, 27 Oktober 2011

Kode Etik Pemodal harus ada

Diakhir-akhir ini, kita sering mendengar perbedaan tekanan dan tantangan bagi para jurnalis Indonesia. Pada masa orde baru, para penyuara informasi ini dibungkam oleh penyaduran dan pembredelan pemerintah, dan pada saat ini, kebenaran yang wajib dipaparkan media terbentur dengan kepentingan pemodal atau pengiklannya. Diakui atau tidak, beberapa teori media sudah mengatakan demikian.

Meskipun ada Kode Etik Jurnalis, yang berlandaskan Pancasila dan dilindungi oleh Undang-undang, tak lantas membikin media dan pelakunya bertambah baik dalam kualitas pemberitaannya. Semua itu jelas, karena media umum saat ini memiliki pemahaman "perselingkuhan dari 3 power of Media". Yaitu : perselingkuhan Pemodal(pengiklan dan pemilik saham atau owner) dan Media itu sendiri, terhadap Market atau pasar(publik). Semua itulah sebenarnya sumber masalah yang di hadapi media saat ini untuk menjadi benar-benar pilar ke 4 demokrasi.

Bagaimana ingin berimbang atau berani dalam memberitakan suatu masalah, jika Media sendiri sudah berselingkuh dengan Pemodal dan pengiklan. Apalagi dengan dasar agar operasional media berjalan. Sampai-sampai terlontar dari seorang pelaku media,"Ya gimana mas.. kalau kita tak berteman dengan pengiklan atau pemodal, kita bisa apa? siapa yang membayar para wartawan, layoter, dan percetakan".

Sungguh naif memang. Padahal, jika suatu media benar-benar bagus dalam menyuguhkan informasinya, publik juga mau membayar, dan jika pembaca melimpah ruah, toh pengiklan akan mengikuti apa kata Media. kenapa masih harus mengandalkan Pemodal dan apa kata mereka?

Mungkin sudah saatnya merumuskan ulang Kode Etik Jurnalistik dan sekalian membikin aturan bersama perihal KODE ETIK PEMODAL DAN PENGIKLAN. Agar keduanya sama-sama punya pagu dan kontrol yang jelas. Hal ini juga untuk kebaikan bersama. Kebaikan nama wartawan yang diolok-olok publik karena tak bisa memaksimalkan pekerjaannya karena mau ini-itu pemodal. Kebaikan Pemodal juga jika masyarakat semakin banyak yang membaca karena percaya. Dan Kebaikan yang lebih penting adalah untuk publik (pembaca) sebagai konsumen. Karena jika pemahaman publik baik akibat terpaan informasi media yang bndah pasti kehidupan bangsa ini.

Defy Firman Al Hakim, 2011

Kongres ke XI PPMI

Selasa, 25 Oktober 2011

Existence syndrome



Dalam catatan mengandung beberapa keinginan. Tercetusnya harapan, leganya keresahan, mengasah skill, tinimbang nganggor, agar ingat pada suatu hal, hingga keinginan untuk diperhatikan, yang biasa kita sebut sebagai existence syndrome .

Cinta, perjalanan, hari-hari yang pedas, hingga suasana ketika kita buang air tercatat rapi dalam catatan-catatan lusuh yang biasa kita banggakan. Hebat betul diri kita. karena kita sendiri yang mencatat catatan itu. Ke-aku-an sang penulis.


Tak ada yang salah memang. Itu adalah hak yang sudah dimiliki manusia modern- untuk eksistensinya.

Tapi sadarkah kita menjadi hakim agung yang kejam dalam catatan-catatan kehidupan kita ini? Apalagi ketika mencatat tentang orang-orang disekitar kita. Begitu nyamannya kita hingga lupa, siapa diri kita

Serentetan suasana yang mendukung eksistensi diri kita lahir dari sini.


Akhir-akhir ini aku menjadi resah tentang apa itu eksistensi. Naluri makhluk sosial memang, mencari tau siapa dan dimana posisi diri. Tapi, lagi-lagi kita akan lupa, bagaimana hal pencarian eksistensi itu tadi tak hanya baik untuk kita. Kepekaan dan kejelian hati nurani dipertaruhkan disini. Bagaimana kita bekerja keras untuk mencari eksistensi diri. Apakah kita mengesampingkan yang lain atau tidak.


Saya harap pencarian eksistensi diri ini tak mengurangi atau bahkan membunuh hak yang lain. Memang sulit, Tapi dari catatan "kehidupan" yang dipersembahkan untuk pengingat diri, saya menjadi ingat kembali akan ini.

Tepi kali Brantas, 2011